Minggu, 07 Oktober 2012

Download Mengaji Al-Qur'an 30 Juz

Kamis, 02 Agustus 2012

Dahsyatnya berpuasa


Hewanpun berpuasa
Salah satu ibadah yang harus dilaksanakan umat Islam pada bulan suci ramadhan ialah ibadah puasa. Puasa dalam definisi agama Islam adalah tindakan menahan makan, minum, dan sanggama dari waktu imsak dini hari hingga waktu magrib tiba dengan niat ibadah kepada Allah SWT. Ibadah puasa memberikan hikmah pada orang yang menjalaninya, yaitu kesehatan dan sekaligus kebahagiaan. Janji Allah diberikan kepada orang yang berpuasa ditegaskan dengan sabda Nabi Muhammad saw yang diriwayatkan oleh Ibnu Suny dan Abu Nu'aim: ''Berpuasalah maka anda akan sehat.''
Beberapa hasil penelitian ilmiah menunjukkan manfaat kesehatan puasa, antara lain dapat mengurangi resiko stroke. Puasa juga dapat memperbaiki kolesterol darah. Kadar kolesterol darah yang tinggi secara jangka panjang akan menyumbat saluran pembuluh darah dalam bentuk aterosklerosis (pengapuran atau pengerasan pembuluh darah). Bila hal ini terjadi di otak, maka akan berakibat stroke dan bila terjadi di daerah jantung menyebabkan penyakit jantung. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa puasa dapat meningkatkan kolesterol darah HDL (yang sehat) 25 titik, dan menurunkan lemak trigliserol sekitar 20 titik. Lemak trigliserol merupakan bahan pembentuk kolesterol LDL (yang merusak kesehatan).
Manfaat puasa ternyata juga dapat meningkatkan daya tahan tubuh. Mekanismenya antara lain pengurangan konsumsi kalori yang akan bermanfaat mengurangi laju metabolisme energi. Sebagai buktinya, suhu tubuh orang berpuasa akan menurun. Hal ini menunjukkan pengurangan konsumsi oksigen. Manfaatnya bagi kesehatan, puasa akan mengurangi produksi senyawa oksigen yang bersifat racun (radikal bebas oksigen). Dilaporkan sekitar tiga persen dari oksigen yang digunakan sel akan menghasilkan radikal bebas oksigen, dan hal itu akan menambah tumpukan oksigen racun seperti anion superoksida (.O2-) dan hidrogen peroksida (H2O2) yang secara alamiah terjadi dalam tubuh.
Puasa bagi orang sehat juga akan mengurangi risiko terkena penyakit diabetes tipe-2. Mekanismenya adalah pengurangan konsumsi kalori secara fisiologis akan mengurangi sirkulasi hormon insulin dan kadar gula darah. Hal ini akan meningkatkan sensitifitas hormon insulin dalam menormalkan kadar gula darah dan menurunkan suhu tubuh. Pengontrolan gula darah yang baik akan mencegah penyakit diabetes tipe-2, yaitu penyakit diabetes yang disebabkan hormon insulin tidak sensitif lagi mengontrol gula darah.
Adapun pelakanaan puasa yang sehat menurut Mohamad Harli (Sarjana Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga) adalah sebagai berikut:
  • Pada saat sahur tidak mengonsumsi makanan dan minuman berlebihan dengan alasan menabung makanan. Tindakan itu justru akan memperburuk kondisi tubuh pada waktu siang hari. Konsumsilah makanan yang tinggi protein seperti susu, telur, ikan, sedikit daging merah, ayam dan jangan lupa tahu/tempe, atau makanan yang tinggi serat seperti sayur cepat olah dan buah-buahan utuh, sangat baik sebagai penyedia energi jangka panjang. Jangan lupa menyediakan makanan dan buah yang bisa langsung dimakan seperti pisang, pepaya, jeruk atau apel yang sangat bermanfaat pada saat Anda buru-buru karena kesiangan sahur menjelang imsak.
  • Pada saat buka puasa Anda sebaiknya tidak makan dan minum terlampau banyak sebagai tindakan makan 'balas dendam'. Buka puasa dengan langsung makan makanan berat justru akan memberatkan kerja lambung yang sudah dibiarkan istirahat sekitar 12 jam. Buka puasalah dengan makanan ringan seperti kurma atau koktil buah atau jus buah. Jangan minum minuman dingin atau yang dicampur es. Karena es dapat menahan rasa lapar sehingga hidangan lain yang lebih bergizi tidak dapat disantap dan akibatnya akan mengurangi asupan zat gizi yang diperlukan.
  • Setelah itu kerjakan ibadah shalat Magrib dan makan makanan buka seperti makan malam. Atau Anda dianjurkan untuk menundanya setelah selesai shalat Tarawih.
  • Aturlah agar air yang diminum tetap sekitar 6-8 gelas seperti hari biasa. Caranya antara lain pada saat buka sekitar dua gelas, setelah Tarawih hingga menjelang tidur sekitar 3-4 gelas, dan saat bangun tidur untuk sahur satu gelas, segelas lagi saat sahur. Minum air tidak selalu berarti air putih semata, tetapi minum teh, susu, jus buah, koktil buah, bahkan kuah sayur juga termasuk dalam jumlah air yang kita konsumsi.

Senin, 16 Juli 2012

Keutamaan Bulan Ramadhan




Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Siapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan dalam keadaan iman dan mengharapkan pahala, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Al-Bukhari no. 1901 dan Muslim no. 1778)

Dari ‘Imran bin Murrah Al-Juhani radhiallahu ‘anhu, ia berkata: Seseorang datang menemui Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata:
“Wahai Rasulullah, apa pendapat anda bila aku bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah saja dan aku bersaksi bahwa engkau adalah Rasulullah, aku mengerjakan shalat lima waktu, menunaikan zakat dan puasa di bulan Ramadhan, maka termasuk dalam golongan manakah aku?” Rasulullah menjawab: “Engkau termasuk golongan shiddiqin dan syuhada.” (HR. Al-Bazzar, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam Shahih keduanya, dan lafadz yang disebutkan adalah lafadz Ibnu Hibban. Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih At-Targhib wat Tarhib no. 989)
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Telah datang pada kalian Ramadhan bulan yang diberkahi. Allah Subhanahu wa Ta’ala mewajibkan atas kalian untuk puasa di bulan ini. Pada bulan Ramadhan dibuka pintu-pintu langit dan ditutup pintu-pintu neraka serta dibelenggu setan-setan yang sangat jahat. Pada bulan ini Allah memiliki satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Siapa yang diharamkan untuk mendapatkan kebaikan malam itu maka sungguh ia telah diharamkan.” (HR. Ahmad, 2/385, An-Nasa`i no. 2106, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan An-Nasa`i. Lihat Shahih At-Targhib wat Tarhib no. 985, Al-Misykat no. 1962)
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Shalat lima waktu, Jum’at ke Jum’at berikutnya dan Ramadhan ke Ramadhan berikutnya adalah penghapus dosa di antara keduanya, apabila dijauhi dosa-dosa besar.” (HR. Muslim no. 549)
Cukuplah kiranya keutamaan bagi Ramadhan dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala memilihnya di antara bulan-bulan yang ada untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan kitab-Nya yang mulia di bulan berkah tersebut, di malam yang penuh kemuliaan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur`an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang haq dengan yang batil.” (Al-Baqarah: 185)
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Qur`an itu pada malam Qadar (malam kemuliaan).” (Al-Qadar: 1)
Hikmah disyariatkannya puasa dinyatakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firman-Nya:
“Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian, mudah-mudahan kalian bertakwa.” (Al-Baqarah: 183)
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa‘di rahimahullahu berkata:
“Perkara takwa yang dikandung puasa di antaranya:
- Orang yang puasa meninggalkan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala haramkan kepadanya berupa makan, minum, jima’ dan semisalnya, sementara jiwa itu condong kepada perkara yang harus ditinggalkan tersebut. Semua itu dilakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, mengharapkan pahala-Nya. Ini termasuk takwa.
- Orang yang puasa melatih jiwanya untuk merasakan pengawasan Allah Subhanahu wa Ta’ala (muraqabatullah), maka ia meninggalkan apa yang diinginkan jiwanya padahal ia mampu melakukannya, karena ia mengetahui pengawasan Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadapnya.
- Puasa itu menyempitkan jalan setan, karena setan itu berjalan pada anak Adam seperti peredaran/aliran darah. Dan puasa akan melemahkan jalannya sehingga mengecilkan perbuatan maksiat.
- Orang yang puasa umumnya memperbanyak amalan ketaatan sementara amalan ketaatan termasuk perangai takwa.
- Orang yang kaya jika merasakan tidak enaknya lapar maka mestinya ia akan memberikan kelapangan/memberi derma kepada orang-orang fakir yang tidak berpunya. Ini pun termasuk perangai takwa. (Taisir Al-Karimir Rahman, hal. 86)
Dengan demikian sungguh tidaklah berlebihan bila kita katakan bahwa seharusnya momentum Ramadhan dijadikan langkah awal untuk memperbaiki iman dan takwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, untuk kemudian iman dan takwa itu terus dipupuk dan dirawat di bulan-bulan selanjutnya. Dan jangan dibiarkan terpisah dari jiwa dan raga hingga datang jemputan dari utusan Ar-Rahman (malaikat maut).
(Disunting dari tulisan panjang oleh Al Ustadz Muslim Abu Ishaq yang berjudul “Introspeksi Diri di Bulan Suci Ramadhan”)

AL ILMU

1. DEFINISI AL ILMU
a. Menurut bahasa (Arab) : al Ilmu lawan kata al Jahlu (tidak tahu atau bodoh). (Lihat Lisanul Arab) Atau : mengenal sesuatu dalam keadaan aslinya dengan pasti. (Kitabul Ilmi hal 11)
b. Menurut Istilah : Ilmu yang kita maksud di sini adalah Ilmu syar’i yaitu ilmu tentang penjelasan-penjelasan dan petunjuk yang Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa turunkan kepada rasul Nya (atau dengan kata lain Ilmu tentang al Qur`an dan as Sunnah).
Ilmu yang disebut-sebut dalam (al Qur`an dan as Sunnah) dan mendapatkan pujian adalah ilmu wahyu (Kitabul Ilmi hal 11) Namun demikian bukan berarti bahwa ilmu-ilmu yang lain tidak ada manfaatnya. Ilmu-ilmu lain dikatakan bermanfaat jika dilihat dari salah satu sisinya (yang baik) yaitu : jika membantu dalam ketaatan kepada Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa dan dalam menolong agama Allah serta bermanfaat bagi kaum muslimin. Kadang-kadang hukum mempelajarinya menjadi wajib, jika itu masuk dalam firman Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa:
و أعدوا لهم ما استطعتم من قوة و من رباط الخيل
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang.” (QS Al Anfaal: 60).(Lihat Kitabul Ilmi, hal 12)

2. MASYRU’IYYAH MENCARI ILMU DAN LARANGAN TAQLID
A. Masyru’iyyah mencari ilmu
1) Dalil Al Qur’an :
فاعلم أنه لا إله إلا الله واستغفر لذنبك وللمؤمنين والمؤمنات والله يعلم متقلبكم ومثواكم (محمد:19)
Al Bukhory berdalil dengan ayat ini untuk menunjukkan wajibnya mempunyai ilmu (pengetahuan) sebelum mengeluarkan ucapan dan melakukan perbuatan. Ini dalil yang tepat yang menunjukan bahwa manusia hendaknya mengetahui dahulu, baru kemudian mengamalkannya
2) Dalil hadits.
طلب العلم فريضة على كل مسلم
Sedang hukum menuntut ilmu adalah :
a. Fardlu ‘ain.
Menuntut ilmu hukumnya menjadi fardlu ‘ain bagi setiap muslim, jika menjadi prasyarat untuk mengetahui sebuah ibadah atau mu’amalah yang hendak dikerjakan. Dalam kondisi seperti ini, wajib baginya untuk mengetahui bagaimana cara ibadah kepada Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa dan cara bermu’amalah.
b. Fardlu kifayah.
Tholabul ilmi pada asalnya (hukumnya) fardlu kifayah. Jika sudah ada sebagian orang yang mengerjakan maka bagi yang lain hukumnya sunnah. Hal-hal lain (berkaitan dengan tholabil ilmi ) yang tidak termasuk dalam fardlu ‘ain di atas hukumnya adalah fardlu kifayah. Seorang tholabul ilmi menyadari bahwa ia menjalankan sebuah kewajiban (fardlu kifayah) agar ia memperoleh pahala orang yang menjalankan kewajiban ,disamping itu juga mendapatkan ilmu.
B. Larangan Taqlid.
Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman :
ولا تقف ما ليس لك به علم إن السمع والبصر والفؤاد كل أولئك كان عنه مسئولا (الإسراء: 36)
Ayat diatas menjelaskan prinsip dasar syar’i yang benar tentang bagaimana sikap seorang muslim ketika mendengar ,melihat atau menyakini sesuatu . semua itu harus dibangun diatas ilmu, tiada alternatif lain . Jelasnya makna ayat tersebut adalah : Janganlah anda mengikuti apa yang anda tidak mengetahui pengetahuan tentangnya. Maka apa yang setiap kita dengar atau kita lihat harus kita simpan dahulu didalam hati kita, bahkan kita wajib meneliti dan memikirkanya. apabila ternyata kita dapat mengetahuinya secara jelas, barulah kita yakini. Tetapi kalau tidak, kita tinggalkan seperti sediakala, dalam keadaan penuh keraguan, dugaan-dugaan serta prasangka yang tidak bisa dianggap (sebagai apa-apa). Al Imam Bakr bin ‘Abdullah Al Muzani berkata: “Hati-hatilah jangan sampai kamu mengatakan sesuatu yang apabila benar perkataanmu, maka kamu tidak akan mendapatkan pahala, dan apabila salah perkataanmu maka kamu akan berdosa. Itulah dia su’uzhonn (berprasangka buruk). (Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad dalam Ath-thobaqoth VII /210 dan Abu Nu’am dalam Al-Hilyah II/226).
Adapun dari hadits: Dari Abu Sa’id Al Khudri dari Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:
عن أبي سعيد رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال لتتبعن سنن من قبلكم شبرا بشبر وذراعا بذراع حتى لو سلكوا جحر ضب لسلكتموه قلنا يا رسول الله اليهود والنصارى قال فمن (خ 3456 و م 2669)

3. FUNGSI ILMU.
1 Sarana paling utama menuju taqwa
Urgensi ilmu dalam kehidupan seorang mukmin yang bertaqwa adalah hal yang tidak dapat disangkal. karena ketaqwaan itu sendiri identik dengan kemampuan merealisasikan ilmu yang shohih (benar) yang bersumber dari Al Qur’an dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman salaful umah (pendahulu umat ini). Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman :
ياأيها الناس اعبدوا ربكم الذي خلقكم والذين من قبلكم لعلكم تتقون( البقرة: 21)
2. Amalan yang tidak terputus pahalanya.
Ilmu merupakan sesuatu yang paling berharga bagi setiap muslim , sebab ilmu akan memelihara pemiliknya dan merupakan beban bawaan yang tidak berat, bahkan akan semakin bertambah bila diberikan atau digunakan, serta merupakan amalan yang akan tetap mengalir pahalanya , meskipun pemiliknya telah wafat, sebagaiman sabda Rosulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam :
عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال إذا مات الإنسان انقطع عنه عمله إلا من ثلاثة إلا من صدقة جارية أو علم ينتفع به أو ولد صالح يدعو له (م/ 1631)
3 Pondasi Utama Sebelum Berkata Dan beramal.
Ilmu memiliki kedudukan yang agung dalam din ini, oleh karenanya ahlus sunnah wal jama’ah menjadikan ilmu sebagai pondasi utama sebelum berkata-kata dan beramal sebagaimana disebutkan oleh Imam Bukhory rahimahullaahu ta’ala dalam shohihnya “Bab ilmu sebelum berkata dan beramal“ berdasarkan firman Allah ta’aalaa:
فاعلم أنه لا إله إلا الله واستغفر لذنبك وللمؤمنين والمؤمنات والله يعلم متقلبكم ومثواكم (محمد:19)
Syaikh Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullaahu ta’ala mengatakan: “Dengan ayat ini Imam Al Bukhori berdalil bahwa kita harus memulai dengan ilmu sebelum berkata dan beramal. Ini merupakan dalil naqli yang jelas bahwa manusia berilmu terlebih dahulu sebelum beramal dan berkata. Sedangkan secara aqli hal yang membenarkan bahwa ilmu harus dimiliki sebelum beramal dan berkata karena perbuatan dan perkataan tidak akan dinilai disisi Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa sebagai suatu ibadah jika tidak sesuai dengan syari’at. Sedangkan seseorang tidaklah mengetahui apakah amalannya sesuai dengan syari’at atau tidak melainkan dengan ilmu…” (Syarah Tsalatsatul Ushul).
Syaikh Islam Ibnu Taimiyah berkata: “ Barangsiapa meninggalkan petunjuk jalan, ia tersesat dijalan, dan tidak ada petunjuk jalan kecuali apa yang dibawa oleh Rosul.
Al Hasan berkata: ”Orang yang beramal tanpa ilmu adalah seperti orang yang berjalan tidak diatas jalan yang semestinya. orang yang beramal tanpa ilmu lebih banyak merusak dari pada memperbaiki carilah ilmu dengan cara yang tidak merugikan ibadah, dan carilah ibadah dengan cara yang tidak merugikan ilmu. Jika suatu kaum mencari ibadah dan meninggalkan ilmu, maka mereka memerangi umat Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam. Jika mereka mencari ilmu, maka ilmu tidak akan mengarahkan mereka berbuat kerusakan.”
Perbedaan antara ungkapan ini dengan ungkapan yang sebelumnya bahwa kedudukan ilmu pada ungkapan pertama ialah tingkatan pihak yang ditaati, diikuti, disuritauladani, diikuti hukumnya, sedang kedudukan ilmu pada ungkapan kedua adalah: Tingkatan petunjuk jalan yang mengantarkan kepada tujuan akhir.
4. Ilmu Merupakan Kebutuhan Rohani
Kebutuhan rohani terhadap ilmu melebihi kebutuhan jasmani terhadap makan dan minuman, sebagaimana perkataan imam Ahmad rahimahullaahu: ”Kebutuhan manusia akan ilmu melebihi kebutuhannya akan makanan dan minuman, sebab makanan dan minuman hanya dibutuhkan sekali atau dua kali dalam sehari, namun ilmu dia dibutuhkan sepanjang tarikan nafasnya.” Sebab rohani merupakan pengerak utama bagi jasmani jika rohani telah kering dari ilmu maka pada hakekatnya dia telah mati sebelum mati dan manusia seperti ini ibarat mayat-mayat yang berjalan, atau hidup bagaikan binatang ternak yang tidak dapat mengambil pelajaran dan pengajaran. Allah ta’ala berfirman :
ولقد ذرأنا لجهنم كثيرا من الجن والإنس لهم قلوب لا يفقهون بها ولهم أعين لا يبصرون بها ولهم آذان لا يسمعون بها أولئك كالأنعام بل هم أضل أولئك هم الغافلون(179)
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk neraka jahanam kebanyakan dari jin dan manusia yang mempunyai hati (tetapi) tidak mahu memahami dengannya (ayat-ayat Allah), dan yang mempunyai mata (tetapi) tidak mahu melihat dengannya (bukti keesaan Allah) dan yang mempunyai telinga (tetapi) tidak mahu mendengar dengannya (ajaran dan nasihat); mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi; mereka itulah orang-orang yang lalai. (Qs. Al ‘Araf:179)
Ulama’ robbani merupakan manusia yang memiliki andil yang paling besar dalam memenuhi kebutuhan rohani mereka, oleh karenanya jika ulama telah meninggal dunia, maka hal itu merupakan musibah besar bagi kaum muslimin sebab akan hilanglah kesempatan bagi umat untuk memenuhi kebutuhan rohani mereka yang akan mengakibatkan umat ini tenggelam dalam lautan syahwat dan syubhat. Hasan al Bashri rahimahullaahu berkata :
“Kalaulah bukan karena Ulama, maka jadilah manusia seperti binatang.”
إن الله لا يقبض العلم انتزاعا ينتزعه من العباد ولكن يقبض العلم بقبض العلماء حتى إذا لم يبق عالما اتخذ الناس رءوسا جهالا فسئلوا فأفتوا بغير علم فضلوا وأضلوا (متفق عليه, عن عبد الله بن عمرو)
Imam Nawawi rahimahullaahu berkata: ”Hadits ini menerangkan bahwa yang dimaksud dengan dihilangkannya illmu itu bukanlah dihilangkannya ilmu itu dari dada para penghafalnya, akan tetapi maknanya adalah wafatnya para ulama, hingga kemudian manusia mengangkat orang-orang bodoh yang menghukumi berdasarkan kejahilan mereka, mereka itu sesat dan menyesatkan (Syarah muslim)
إن من أشراط الساعة أن يرفع العلم ويثبت الجهل ويشرب الخمر ويظهر الزنا (متفق عليه, عن أنس)
6. Salah satu bentuk metode tashfiyah dan tarbiyah bagi umat agar tidak menjadi alat permainan iblis dan bala tentarannya .
Syaikh Salim Al Hilali Hafidzhohullah berkata : “Ketahuilah bahwa tipu daya iblis paling awal adalah memalingkan manusia dari illmu, sebab ilmu adalah cahaya, dan jika telah padam cahaya lentera mereka, dengan mudah iblis akan membenamkan mereka dalam kedzoliman (kegelapan) sekehendaknya

6. METODE MENCARI ILMU
6.1. Membaca kitab dan talaqi.
Dengan jalan membaca kitab-kitab terpercaya yang dikarang oleh para ulama yang terkenal keilmuannya, amanah mereka dan aqidah mereka selamat dari bid’ah-bid’ah dan khurafat. Mempelajari ilmu dari kitab secara langsung menjadikan seseorang mendapatkan apa yang ia tuju, akan tetapi belajar dari kitab secara langsung memilki dua kelemahan, yaitu :
Pertama ; Membutuhkan waktu yang sangat lama, usaha yang keras, bersungguh-sungguh sehingga akan mendapatkan ilmu yang ia inginkan dalam hal ini kebanyakan manusia tidak kuat untuk melaksanakannya terutama ketika ia melihat lingkungan sekitarnya dimana banyak orang yang membuang waktu mereka dengan sia-sia. Sehingga mempengaruhinya menjadi malas, meremehkan dan condong. Sehingga dia tidak memperoleh apa yang ia harapkan.
Kedua ; Bahwasanya orang yang belajar dari kitab secara langsung ilmunya lemah, tidak terbangun diatas kaidah dan ushul, kita mendapati kesalahan yang banyak dari orang yang belajar dari kitab secara langsung. Karena ilmu itu tidak tegak diatas kaidah dan ushul.
6.2. Belajar kepada guru yang terpercaya akan keilmuan dan agamanya, cara ini lebih cepat dan menyakinkan terhadap ilmu tersebut. Karena cara yang pertama kadang-kadang menyesatkan bagi orang yang belajar disebabkan ia tidak tahu terhadap jeleknya pemahaman, kedangkalan ilmunya ataupun sebab-sebab yang lain, sedangkan cara yang kedua, akan memungkinkannya diskusi, timbal-balik antara murid dan guru. Sehingga akan terbuka bagi murid pintu-pintu didalam memahami (ilmu), meneliti suatu hal dan bagaimana membela pendapat-pendapat yang shahih serta bagaimana caranya menolak pendapat yang dhoif .
Beberapa hal yang dapat membantu mendapatkan ilmu
1. Taqwa
2. Tekun dan kontinyu
3. Menghafal dan menjaga hafalan
“Dari Abu hurairah -semoga Allah meridloinya- berkata : orang-orang mengatakan: Abu Hurairah (mengumpulkan dan meriwayatkan) seandainya bukan karena dua ayat dalam al Qur’an saya tidak akan berbicara dengan sebuah hadits, kemudian beliau membaca firman Allah ta’ala :
إن الذين يكتمون ما أنزلنا من البينات والهدى من بعد ما بيناه للناس في الكتاب أولئك يلعنهم الله ويلعنهم اللاعنون (159)إلا الذين تابوا وأصلحوا وبينوا فأولئك أتوب عليهم وأنا التواب الرحيم(160)إن الذين كفروا وماتوا وهم كفار أولئك عليهم لعنة الله والملائكة والناس أجمعين(161)خالدين فيها لا يخفف عنهم العذاب ولا هم ينظرون (162) خالدين فيها لا يخفف عنهم العذاب ولا هم ينظرون(162)وإلهكم إله واحد لا إله إلا هو الرحمن الرحيم(163)
Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan dari keterangan-keterangan dan petunjuk hidayah, sesudah Kami menerangkannya kepada manusia di dalam Kitab Suci, mereka itu dilaknat oleh Allah dan dilaknat oleh sekalian makhluk. Kecuali orang-orang yang bertaubat, dan memperbaiki (amal buruk mereka) serta menerangkan (apa yang mereka sembunyikan); maka orang-orang itu, Aku terima taubat mereka, dan Akulah Yang Maha Penerima taubat, lagi Maha Mengasihani. Sesungguhnya orang-orang yang kafir, dan mereka mati sedang mereka tetap dalam keadaan kafir, mereka itulah orang-orang yang ditimpa laknat Allah dan malaikat serta manusia sekaliannya. Mereka kekal di dalam laknat itu, tidak diringankan azab sengsara dari mereka dan mereka pula tidak diberikan tempoh atau perhatian. Dan Tuhan kamu ialah Tuhan yang Maha Esa; tiada Tuhan (Yang berhak disembah) selain dari Allah, yang Maha Pemurah, lagi Maha Mengasihani. (QS: Al Baqarah 159-169)
sesungguhnya saudara-saudara kami dari kalangan dari kalangan muhajirin sibuk dengan berdagang dipasar, sudara-saudara kita dari kalangan anshor sibuk dengan pekerjaan mereka. Sedang abu hurairah senantiasa mulazamah (rutin menghadiri mejelis) Rosulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, beliau hadir ketika mereka tidak hadir dan beliau menghafal ketika mereka tidak menghafal. (HR Bukhary no.115)
4. Sering bergaul dengan ulama.
5. Bersungguh-sungguh (Mujahadah)
Berkata Imam Syafi’i Rahimahullah: “Wahai saudarakku engkau tidak akan mendapatkan ilmu, kecuali dengan enam syarat : kecerdasan, kerakusan (akan ilmu), bersungguh-sungguh, memiliki biaya, bershahabat (berguru dengan ustadz) dan menempuh waktu yang lama.”
العلم إن أعطيت كلك أعطاك بعضه
6. Menjauhi Sifat Sombong dan Pemalu (yang berlebihan).
Kedua sifat ini akan menghalangi seseorang untuk bertanya terhadap suatu masalah yang tidak di ketahuinya , padahal kunci atau obat suatu kebodohan adalah bertanya. Sebagaiamana sabda Rosulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam
“Tidaklah mereka bertanya ketika mereka tidak mengetahui? Karena sesunguhnya obat kebodohan adalah bertanya: (hadits shohih, riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah)
باب الحياء في العلم وقال مجاهد لا يتعلم العلم مستحي ولا مستكبر. وقالت عائشة نعم النساء نساء الأنصار لم يمنعهن الحياء أن يتفقهن في الدين (خ)
7. Menjauhi kemaksiatan.
Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman :
واتقوا الله ويعلمكم الله والله بكل شيء عليم(البقرة: 282)
ياأيها الذين آمنوا إن تتقوا الله يجعل لكم فرقانا ويكفر عنكم سيئاتكم ويغفر لكم والله ذو الفضل العظيم(الأنفال: 29)
Furqon yaitu seseorang dapat membedakan antara yang haq dan yang bathil.
Ibnu Mas’ud: “Sesungguhnya saya benar-benar menyangka bahwa seseorang lupa terhadap ilmu yang pernah di pelajarinya adalah akibat dari suatu dosa atau kemaksiatan yang telah dikerjakannya .
Berkata Iman Syafi’i rahimahullaahu: Saya mengadu kepada Waqi’ (gurunya) tentang buruknya hafalanku, lalu dia memberiku petunjuk untuk meninggalkan kemaksiaatan dan memberitahukan kepadaku bahwasanya ilmu Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa adalah cahaya dan cahaya Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa tidak diberikan kepada pelaku kemaksiatan.”

7. ADAB-ADAB MENUNTUT ILMU DAN BEBERAPA SIFAT YANG HARUS DIJAUHI.
a. ADAB-ADAB MENUNTUT ILMU
1) Ikhlas
Seorang yang hendak menuntut ilmu harus berniat melakukan kegiatannya itu karena Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa. Jika seseorang berniat menuntut ilmu untuk mendapatkan ijasah agar mendapatkan kedudukan atau status dalam masyarakat maka Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam mengancam dalam sebuah hadits :
من تعلم علما مما يبتغى به وجه الله عز وجل لا يتعلمه إلا ليصيب به عرضا من الدنيا لم يجد عرف الجنة يوم القيامة يعني ريحها (حم, د 3179, جه 248)
Namun jika seseorang mengatakan bahwa saya ingin mendapatkan ijasah bukan karena kepentingan (keuntungan) dunia tetapi karena peraturan dan sistem yang ada mengharuskan ijasah dan menjadi standar internasional, Syekh Utsaimin mengatakan : Jika niatnya mendapatkan ijasah untuk memberi manfaat bagi manusia dengan mengajar, memegang sebuah jabatan tertentu atau yang lainnya, maka niat ini tidak mengapa karena ini niat yang benar. (Kitabul Ilmi, hal 25-26)
إن أول الناس يقضى يوم القيامة عليه رجل استشهد فأتي به …… ورجل تعلم العلم وعلمه وقرأ القرآن فأتي به فعرفه نعمه فعرفها قال فما عملت فيها قال تعلمت العلم وعلمته وقرأت فيك القرآن قال كذبت ولكنك تعلمت العلم ليقال عالم وقرأت القرآن ليقال هو قارئ فقد قيل ثم أمر به فسحب على وجهه حتى ألقي في النار …. (م/3527)
Sengaja ikhlas disebutkan di awal pembahasan adab karena ikhlas merupakan pondasi.
2) Diniatkan untuk menghilangkan ketidaktahuan (kebodohan) diri dan orang di lingkungannya. Karena pada dasarnya setiap manusia dilahirkan dalam keadaan tidak tahu apa-apa. Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman :
و الله أخرجكم من بطون أمهاتكم لا تعلمون شيئا وجعل لكم السمع و الأبصار و الأفئدة لعلكم تشكرون(النحل: 78)
Menuntut ilmu dengan niat menghilangkan ketidaktahuan (kebodohan) dari diri sendiri karena pada dasarnya setiap kita tidak tahu apa-apa sebelum belajar. Jika kita belajar dan menjadi orang yang berilmu maka ketidaktahuan (kebodohan) akan hilang. Demikian pula berniat menghilangkan ketidaktahuan dari umat ini. Ini bisa dilakukan dengan belajar dan berbagai usaha yang menyebabkan orang lain mendapat ilmu.
Untuk mendapatkan ilmu tidak hanya dengan duduk di pengajian, tetapi bisa dengan berbagai cara dan dalam berbagai keadaan. Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda :
بلغوا عني ولو آية (خ, كتاب الأنبياء)
Imam Ahmad rahimahullah berkata: “Ilmu itu tidak bisa ditandingi jika niat (belajar)nya benar.” Murid-murid beliau bertanya: “Bagaimana caranya?” Beliau menjawab: “Berniat menghilangkan ketidaktahuan dari diri sendiri dan orang lain.”
3) Menjaga syari’at Islam.
Hendaknya orang yang menuntut ilmu berniat menjaga dan membela syari’at karena buku-buku tidak mungkin membela syari’at. Seandainya seorang ahlu bid’ah mendatangi sebuah perpustakaan yang sangat penuh dengan buku-buku agama, kemudian berbicara dan menetapkan suatu bid’ah, tidak ada satu bukupun yang sanggup membantahnya. Berbeda jika dia berbicara dan menetapkan sebuah bid’ah di hadapan seorang ahlul ‘ilmi, maka ahlul ilmi tersebut akan dapat menolak dan membantahnya dengan al Qur`an dan as Sunnah.
Oleh karena itu sudah menjadi kewajiban thalibul ilmi untuk menuntut ilmu dengan niat menjaga syari’at, karena melindungi syari’at hanya bisa dilakukan oleh pasukannya. Hal ini seperti senjata. Sandainya kita memiliki berbagai senjata yang penuh dalam gudang, tentu harus ada orang-orang yang menggunakan senjata-senjata tersebut. Karena senjata-senjata tersebut tidak bisa menembak dengan sendirinya.
Kemudian bid’ah juga terus berkembang. Kadang ada bid’ah yang tidak terdapat dalam buku para ulama salaf tetapi sekarang muncul.
Oleh karena itu, orang-orang sangat membutuhkan ulama yang sanggup membantah usaha para ahlul bid’ah dan seluruh musuh Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa. Hal ini hanya bisa dilakukan dengan ilmu syar’i yang bersumber dari al Qur`an dan as Sunnah.
4) Lapang dada dalam perbedaan pendapat (yang mungkin terjadi).
Masalah-masalah yang diperselisihkan oleh para ulama ada beberapa jenis :
(1) Masalah yang sudah jelas dan tidak membuka kesempatan bagi siapa saja untuk ijtihad; maka tidak boleh ada perbedaan.
(2) Masalah yang masih terbuka kesempatan untuk berijtihad, maka perbedaan pendapat di sini masih bisa ditolerir. Pendapat anda tidak bisa menjadi argumen (hujjah) yang harus dipaksakan terhadap orang lain. Sebab kalau kita katakan bisa, maka akan berlaku pula sebaliknya, pendapat orang lain menjadi argumen (hujjah) yang harus dipaksakan kepada anda. Tentu ini untuk masalah-masalah yang banyak menggunakan logika (dan tidak ada nash secara tegas yang menjelaskannya) serta masih terbuka kesempatan untuk berbeda pendapat. Tetapi perbedaan pendapat ini tidak boleh kita jadikan alasan untuk mencela dan mencaci maki orang lain dan tidak boleh menjadi sebab permusuhan. Para sahabat dahulu pernah berbeda pendapat dalam beberapa masalah ijtihadiyah, tetapi hal itu tidak menjadikan mereka bermusuhan satu sama lain.
Berbeda halnya dengan orang yang menentang dan tidak mau mengikuti jalan para ulama salaf (dari kalangan para sahabat Nabi, tabi’in dan yang mengikuti jalan mereka), seperti masalah-masalah ‘aqidah, maka semua pendapat yang bertentangan dengan para ulama salaf tidak bisa diterima.
5) Mengamalkan ilmu
Thalibul ilmi berkewajiban mengamalkan ilmunya, baik dalam masalah aqidah, ibadah, akhlak, adab dan mu’amalah. Amal adalah buah hasil ilmu. Orang yang berilmu seperti pembawa senjata. Senjatanya bisa menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya ataupun sebaliknya. Oleh karena itu, dalam sebuah hadits Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda :
القرآن حجة لك أو عليك * (م/328)
لا تزول قدما عبد يوم القيامة حتى يسأل عن عمره فيما أفناه وعن علمه فيم فعل وعن ماله من أين اكتسبه و فيم أنفقه وعن جسمه فيم أبلاه * (ت /2341)
عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه قال : "من علم منكم علما فليقل به ومن لم يعلم فليقل لما لا يعلم الله أعلم فإن العالم إذا سئل عما لا يعلم قال الله أعلم وقد قال الله لرسوله ( قل لا أسألكم عليه من أجر وما أنا من المتكلفين ) * (د/175)
Abud Darda` berkata : “Sesungguhnya orang yang paling buruk kedudukannya di hadapan Allah pada hari Qiamat adalah orang ‘alim yang tidak mengambil manfaat dari ilmunya.” (HR Ad Darimi no 264)
Kalau ada perintah dari Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa dan rasul Nya, maka percaya dan yakinilah kebenarannya kemudian amalkan, tanpa harus bertanya: Untuk apa ? Bagaimana ? Karena kebiasaan seperti ini bukan cara-cara orang-orang yang beriman, sebagaimana firman Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa :
وما كان لمؤمن ولامؤمنة إذا قضى الله ورسوله أمرا أن يكون لهم الخيرة من أمرهم ومن يعص الله ورسوله فقد ضل ضلالا مبينا (سورة الأحزاب : 36)
Para sahabat dahulu, jika Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam berbicara dengan mereka dan memerintahkan mereka dengan barbagai hal yang kadangterasa aneh dan asing menurut pemahaman mereka, tetapi mereka menerimanya (secara langsung) tanpa bertanya : Untuk apa ? Bagaimana ? Berbeda dengan orang-orang sekarang, yang jika diajak dengan sabda Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam kemudian terasa asing di fikirannya, langsung mengajukan berbagai pertanyaan yang sebenarnya ingin menolak perintah itu, bukan ingin tahu. Oleh karena itu mereka (orang-orang sekarang) terhalang untuk mendapat taufik.
6) Mengajak ke jalan Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa. Thalibul ilmi hendaklah menjadi da’i yang menyeru ke jalan Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa dalam berbagai kesempatan, di masjid, pertemuan-pertemuan, pasar dan sebagainya. Kita lihat Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam setelah menerima wahyu menjadi nabi dan rasul, beliau tidak tinggal diam di rumahnya, beliau berda’wah dan terus berusaha. Kita tidak ingin bahwa para thalibul ilmi hanya menjadi orang-orang yang menukil dari buku, tetapi menjadi ulama yang senantiasa beramal.
7) Hikmah dalam bertindak.
Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman :
يؤتي الحكمة من يشاء و من يؤتى الحكمة فقد أوتي خيرا كثيرا (البقرة : 269)
Termasuk sikap hikmah bahwa thalibul ilmi mendidik orang dengan akhlak yang menjadi perilakunya dan mengajak kepada agama Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa, dengan menghadapi dan mensikapi setiap orang dengan cara yang sesuai dengan kondisinya.
Al Hakim (orang yang berhikmah) adalah orang yang menempatkan segala sesuatu pada tempatnya.
Hendaknya setiap thalibul ilmi memilih cara dakwah yang paling mudah diterima. Kalau kita lihat banyak diantara da’i sekarang, karena semangatnya yang berlebihan akhirnya membuat orang lari dari da’wahnya. Kalau ada orang yang melakukan sesuatu yang diharamkan oleh Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa, anda akan lihat ia (da’i)mensikapinya dengan keras, yang membuat orang-orang lari dari da’wahnya.
8) Sabar ketika belajar.
Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman :
تلك من أنباء الغيب نوحيها إليك ما كنت تعلمها أنت و لا قومك من قبل هذا فاصبر إن العاقبة للمتقين (هود :49)
“Itu adalah diantara berita-berita penting tentang yang ghaib yang Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) tidak pernah kamu mengetahuinya dan tidak (pula) kaummu sebelum ini. Maka bersabarlah; sesungguhnya kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS Huud ayat 49)
9) Menghargai dan memuliakan ulama`.
Thalibul ilmi harus menghormati dan menghargai ulama`, punya sikap lapang dada terhadap perbedaan pendapat para ulama, bersedia memaafkan kesalahan orang yang keliru dalam aqidah. Ini point yang penting sekali. Karena ada sebagian orang yang mencari-cari kesalahan orang lain, agar bisa melakukan perbuatan yang tidak layak terhadap mereka dan merusak wibawa mereka. Ini termasuk kesalahan yang paling besar. Kalau ghibah terhadap orang awam termasuk dosa besar, maka ghibah terhadap orang ‘alim jauh lebih besar, karena ghibah terhadap orang ‘alim akibatnya bukan hanya terhadap dirinya sendiri tetapi juga terhadap ilmu syari’ah yang dibawanya.
ليس من أمتي من لم يجل كبيرنا ويرحم صغيرنا ويعرف لعالمنا (مسند أحمد ج: 5 ص: 323, عن عبادة بن الصامت)
10) Berpegang teguh kepada Al Qur`an dan As Sunnah.
11) Teliti dengan sumber dan isi ilmu yang akan dipelajari
12) Bersemangat untuk memahami ayat dan hadits sesuai dengan yang dikehendaki Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa dan rasul Nya shallallaahu 'alaihi wa sallam.

b. SIFAT-SIFAT YANG HARUS DIJAUHI OLEH PENUNTUT ILMU.
a. Hasad (iri dan dengki)
Sebagaimana yang telah kita ketahui bahawa hasad adalah suatu sifat yang tercela, ia senantiasa menjangkiti hati setiap manusia. Dimana hal itu timbul karena adanya persaingan dengan orang lain untuk mendapatkan suatu maksud yang sama – sama diinginkan, sehingga merekapun saling membenci. Sebagaimana telah diriwayatkan dari Zubair bin Al Awwam -semoga Allah meridloinya- dia berkata : Rosulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam berkata: “ Kalian akan terkena suatu penyakit umat – umat sebelum kalian yaitu dengki dan kebencian.”(HR. Tirmidzi dan Ahmad).
“ Janganlah kalian saling membenci, saling memutuskan hubungan, saling mendengki, saling bermusuhan, jadilah kalian hamba – hamba Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa yang bersaudara.” (HR. Al-Bukhori dan Muslim )
Karena itu orang yang berilmu mendengki orang yang berilmu lainnya dan bukan kepada ahli ibadah. Dan sebaliknya ahli ibadah akan mendengki ahli ibadah lainnya dan bukan kepada ahli ilmu, tukang sepatu mendengki tukang sepatu lainnya dan tidak mendengki pedagang kain kecuali jika ada sebab – sebab tertentu. Dimana pangkal semua ini adalah cinta dunia. Dunia inilah yang membuat dua pesaing merasa tempat berpijaknya menjadi sempit, berbeda dengan urusan akhirat yang tidak akan membuat seseorang merasa sempit.sebab siapa yang mengetahui Allah ta’ala, malaikat , para nabi Nya, kekuasaan langit dan bumi, tidak akan mendengki orang lain. Bahkan jika ada pengetahuan diketahui orang lain atau banyak maka dia akan merasa gembira. Oleh karena itu semua ulama tidak ada yang saling mendengki. Sebab tujuan mereka adalah mengetahui Allah ta’ala.
Adapun sifat dengki tidak semua dilarang , sebagaimana sabda Rosulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam didalam Ash Shohihain disebutkan dari hadits Ibnu Umar radliallahu ‘anhuma :” Tidak ada dengki kecuali dakam dua perkara : Orang yang diberi Al - Qur’an oleh Allah ta’ala lalu dia membacanya menjelang malam dan menjelang siang, dan seseorang yang diberi harta oleh Allah ta’ala lalu dia menafkahkannya dalam kebenaran menjelang malam dan menjelang siang.” ( HR. Bukhori dan Muslim ). .
b. Ta’ashub
Kata Ta’ashub secara bahasa berasaldari kata al - ‘ashabiah yang berarti semangat golongan, sedangkan kata ta’ashoba artinya mengencangkan pembalut atau perkumpulan atau ikatan .Dan ta’ashub bisy – syai artinya radhia bihi (rela terhadapnya )
“Apabila engkau menjadikan apayang datamg dari seseorang yang berupa pendapat atau apa yang diriwayatkannya berupa ijtihad sebagai hujjah bagimu dan bagi ssetiap orang.” (Asy Syaukani, dinukil dr kitab Wujub Luzumil Jama’ah)
Syaikhul islam Ibnu Taimiyah telah berkata dalam kitabnya Iqtidho Shirathal Mustaqim:
“Barang siapa mewajibkan untuk bertaqlid kepada seorang imam tertentu ( dengan disertai tidak boleh mengikutipendapat imam yang lain ) maka ia diminta untuk bertaubat, kalau tidak maka dibunuh , karena sesungguhnya penetapan kewajiban ini merupakan kemusyrikan kepada Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa dalam hal pen syariatan, padahal perkara ini merupakan kekhususan Allah ta’ala dalam rububiah.
Dampak Negatif :
Adapun dampak negatifnya adalah :
1. Timbulnya perselisihan diantara umat Islam ( Qs Al Anfal : 46 )
2. Pengagungan terhadap selain Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa dan Rasul Nya. Ini merupakan kesesatan. (Qs An Nur: 63 ,Al Hujurat:1 ,An Nur: 51 –52 )
Al Imam Asy Syathibi telah berkata dalam kitabnya Al I’tishom II/355: “ Sesungguhnya berhukum kepada seseorang dengan tidak memperhatikan bahwa dia itu adalah wasilah untuk suatu hukum syar’I yang diinginkan secara syari’at adalah suatu kesesatan.”
3. Timbulnya al wala’ (loyalitas) al baro’ ( berlepas diri ) yang tidak benar.
4. Menolak kebenaran / al Haq.
5. Tersebarnya berbagai bid’ah ditengah umat Islam.(Dinukil dari Bundel majalah as Sunnah hal.19 – 23 )
c. Menjauhi ma’shiat.
d. Sombong.
e. Malas.
f. Sifat mudah putus asa.

Minggu, 06 November 2011

HARI RAYA AIDIL ADHA DI PERUMNAS BALER-BALER AGUNG NEGARA-BALI 1432 HIJRIAH


Bambang Sudijono dengan hewan korbannya
Hari raya Kurban atau yang biasa disebut juga hari raya ‘Idhul Adha kembali menjelang di tengah kita. Hal ini berarti bahwa Allah telah memberikan umur atau usia hingga saat ini. Kita patut bersyukur karena Ia telah memberikan umur panjang hingga bisa menemui kembali hari raya yang satu ini. Semoga dengan momentum ini kita bisa memahami Makna Idhul Adha dengan sebenarnya
Dalam sejarah Islam kia masih ingat bagaimana tegarnya Nabi Ibrohim menerima perintah dari Allah maha besar Allah. Perintah untuk menyembelih seorang anaknya yang sangat ia sayangi yaitu Nabi Ismail. Sebuah ujian Allah yang menurut saya sangat luar biasa besar. Perlu keimanan dan ketaqwaan yang teguh dan dalam untuk melaksanakan perintah Allah yang satu ini. Ismail adalah anak yang selama diimpikan karena bertahun-tahun berumah tangga Nabi Ibrohim tidak dikaruniai seorang anakpun. Setelah besar menginjak remaja, Ismail harus disembelih atas perintah Allah SWT.
Sesepuh Takmir Masjid Alhijrah (dari kiri: Yusuf Subianto, Ir. Tunggal, H. Sholeh Zuhroni, H.Surja Abdul Jalil,S.Ag.MM dan Ustaz Samsul Arifin setelah beraksi memotong hewan korban di Masjid Al-Hijrah Perumnas Baler-Bale Agung Negara Bali )
Tapi Ibrohim adalah manusia taqwa dan manusia beriman. Maka perintah Allah harus dilaksanakan. Ismail sebagai pihak kurban juga memiliki sifat yang sama, sabar dan taat pada perintah Allah dan tunduk pada orang tua. Alangkah mulianya dua manusia ini. Rela berkorban. Dihilangkan nafsu manusiawi untuk mendapatkan keredhoaan dari Allah Swt. Saya tidak akan menuturkan di sini bagaiman proses pelaksanaan korban. Tapi saya ingin berbagi pada kita semua khususnya Umat Muslimin Perumnas Baler Bale Agung Negara Bali dan Umat Islam di seluruh Dunia bahwa betapa pentingnya pengorbanan dalam setiap perjuangan. Belajar perlu berkorban uang, tenaga dan pikiran. Untuk sukses dalam bisnis perlu berkorban waktu dan modal agar apa yang kita cita-citakan bisa diraih. Berkorban waktu maksudnya adalah mengesampingkan kegiatan yang kurang bermanfaat dan dialihkan menjadi kegiatan yang lebih. Manfaat seperti belajar bisnis dari orang yang telah sukses. Untuk sukses menjadi Hamba Allah seperti Nabi Ibrohim dan Nabi Ismail perlu belajar agama dengan baik pada ulama-ulama terprcaya. Untuk menulis artikel ini sayapun telah berkoraban termasuk berkorban waktu fikiran, ya kan? karena ingin sekali menyapa pengunjung setia blog Takmir Masjid kita yang sering atau mungkin ingin melihat-lihat bagaimana pengorbanan anda di hari Raya Kurban kali ini

Allah maha besar, Allah maha besar, Allah maha besar. Tiada Tuhan yang patut disembah kecuali Allah. Allah maha besar dan milik Allah segala pujian.
Mengenai berkoraban saya ingin mencoba merelis beberapa hadis bagaimana sebenarnya berkorban itu, tapi ini adalah kutipan dari beberapa hadis,
Hadis Sahih Bukhari No. 1643 Jilid 4 Topik adalah Korban
1643, Dari Barra' r.a., katanya: Nabi saw. berkata: "Hal pertama yang kita lakukan pada hari ini adalah solat. Kemudian kita kembali pulang dan menyembelih binatang korban. Siapa yang melakukannya, maka ia telah bertindak sesuai dengan sunnah kita. Siapa yang menyembelih sebelum solat, maka sembelihannya itu hanya berupa daging yang diberikannya kepada para keluarganya, dan tidak ada hubungannya dengan ibadah pengorbanan!" Setelah itu Abu Burdah bin Niyar, yang telah menyembelih binatangnya sebelum solat, berdiri dan berkata: "Saya masih mempunyai seekor kambing muda!" Rasul berkata: "Sembelihlah! tetapi untuk orang lain setelah engkau, hal itu tidak memenuhi syarat."
Hadis Sahih Bukhari No. 1644 Jilid 4 Topik adalah Korban
1644, Dari Anas bin Malik r.a., katanya: Nabi saw. bersabda; "Siapa yang menyembelih sebelum solat ia hanya menyembelih untuk dirinya sendiri. Siapa yang menyembelih setelah solat, maka pengorbanannya telah sempurna dan ia bertindak sesuai dengan sunnah kaum Muslimin."
Hadis Sahih Bukhari No. 1645 Jilid 4 Topik adalah Korban
1645, Dari 'Uqbah bin 'Amir al-Juhani r.a., katanya: Nabi saw. membahagi-bahagikan binatang korban kepada para sahabatnya. 'Uqbah sendiri hanya memperoleh seekor kambing muda. Ia berkata: "Ya Rasulullah, saya hanya mendapat seekor kambing muda." Rasul menjawab: "Berkorbanlah dengan kambing itu!"
Hadis Sahih Bukhari No. 1646 Jilid 4 Topik adalah Korban
1646, Dari 'Aisyah r.a., Nabi saw. masuk ke tempatnya di Sarif., suatu tempat sebelum sampai ke Mekah, dan ia mendapat haid (menstruasi). Rasul mendapati 'Aisyah menangis. Beliau bertanya: "Kenapa? Apakah engkau mendapat kotoran?" Saya menjawab: "Ya!" Rasul berkata: "Ini adalah suatu hal yang telah ditetapkan Allah atas wanita-wanita anak Adam. Laksanakanlah segala perbuatan haji, tetapi engkau jangan melakukan tawaf di Kaabah!" Setelah kami sampai di Mina, ada yang menghantarkan daging sapi kepada saya. Saya bertanya: "Apa ini?" Orang-orang menjawab: "Rasulullah saw. telah berkorban untuk para isteri beliau dengan seekor sapi."
Hadis Sahih Bukhari No. 1647 Jilid 4 Topik adalah Korban
1647, Dari Anas bin Malik r.a., katanya: Nabi saw. pada Hari Raya Korban bersabda: "Siapa yang menyembelih binatang korbannya sebelum solat hendaklah mengulang kembali!" Lalu ada seorang laki-laki berdiri bertanya: "Ya, Rasulullah, hari ini orang ingin sekali akan daging. " Lalu ia menyebutkan para tetangganya. Katanya lagi: "Saya mempunyai seekor kambing muda yang lebih banyak dagingnya dibandingkan dengan dua ekor kambing lain." Rasul memberi izin kepadanya untuk menyembelih kambing muda itu. Saya tidak tahu apakah izin ini juga berlaku untuk orang lain atau tidak. Setelah itu Rasul pergi kepada dua ekor biri-biri dan menyembelihnya. Orang-orang pergi kepada sekumpulan kambing dan membahagi-bahaginya.
Hadis Sahih Bukhari No. 1648 Jilid 4 Topik adalah Korban
1648, Dari Ibnu Umar r.a., katanya: Rasulullah saw. menyembelih dan berkorban di tempat solat hari raya.
Hadis Sahih Bukhari No. 1649 Jilid 4 Topik adalah Korban
1649, Dari Anas bin Malik r.a., katanya: Rasulullah bersabda: Kamu berkorban dua ekor biri-biri dan saya berkorban dua ekor biri-biri.
Hadis Sahih Bukhari No. 1650 Jilid 4 Topik adalah Korban
1650, Dari 'Uqbah bin 'Amir r.a., kata.nya: Nabi saw. menyerahkan kepadanya sejumlah kambing untuk dibahagi-bahagikan kepada para sahabat beliau sebagai binatang korban. Setelah dibahagi-bahagikan masih tinggal seekor kambing muda. Hal itu saya sebutkan kepada Rasulullah saw. Beliau berkata: "Berkorbanlah engkau dengan kambing itu!
Hadis Sahih Bukhari No. 1651 Jilid 4 Topik adalah Korban
1651, Dari Anas r.a., katanya: Rasulullah saw. pernah berkorban dengan dua ekor biri-biri yang amat bagus. Saya melihat beliau meletakkan telapak kaki beliau di atas rusuk binatang itu sambil menyebut nama Allah dan bertakbir, lalu beliau sembelih dengan tangan beliau sendiri.
Hadis Sahih Bukhari No. 1652 Jilid 4 Topik adalah Korban
1652, Dari Salamah bin al-Akwa' r.a., katanya: Nabi saw. bersabda: "Siapa di antara kamu yang berkorban, janganlah ada yang masih tinggal dagingnya di rumahnya setelah tiga hari!" Pada tahun berikutnya, orang-orang bertanya: "Ya, Rasulullah, akan kami lakukankah sebagaimana yang telah kami lakukan tahun yang lalu?" Rasul menjawab: "Makanlah daging itu, berikanlah sebahagiannya kepada orang lain dan simpanlah sebahagiannya. Tahun yang lalu manusia dalam keadaan kesusahan, dan aya bermaksud kamu membantu mereka."
Hadis Sahih Bukhari No. 1653 Jilid 4 Topik adalah Korban
1653, Dari Abu 'Ubaid r.a., ia pernah beraidul adha dengan 'Umar bin Khattab r.a. Ia solat sebelum berkhutbah, lalu berpidato kepada orang ramai: "Hai manusia, Rasulullah saw. telah melarang kamu berpuasa pada dua hari raya ini. Yang pertama adalah hari raya di mana kamu berbuka setelah berpuasa. Yang kedua pada hari kamu makan daging binatang sembelihan korban mu. " Selanjutnya Abu 'Ubaid berkata: "Setelah itu saya pernah berhari raya dengan 'Uthman bin 'Affan. Hari itu adalah hari Jumaat. Ia solat setelah itu berkhutbah: "Hai manusia, pada hari ini terdapat dua hari raya. Siapa dari kamu penduduk luar kota yang ingin menunggu di sini sampai solat Jumaat, boleh menunggu. Siapa yang ingin pulang sekarang, saya beri izin." Abu 'Ubaid selanjutnya berkata: "Kemudian saya berhari raya dengan 'Ali bin Abi Thalib. Ia solat, setelah itu berkhutbah. Dalam khutbahnya, ia berkata: "Rasulullah saw. melarang kamu makan daging korban mu setelah tiga hari."

Sabtu, 13 Agustus 2011

Kewajiban berpuasa dalam bulan Ramdhan

"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan bagi kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan bagi orang-orang sebelummu, agar kamu bertakwa" [Al Baqarah:183]

Keutamaan berpuasa:

"Diriwayatkan dari Sahl bin Saad r.a katanya: Rasulullah s.a.w bersabda: Sesungguhnya di dalam Surga itu terdapat pintu yang dinamakan Ar-Rayyan. Orang yang berpuasa akan masuk melalui pintu tersebut pada Hari Kiamat kelak. Tidak boleh masuk seorangpun kecuali mereka. Kelak akan ada pengumuman: Di manakah orang yang berpuasa? Mereka lalu berduyun-duyun masuk melalui pintu tersebut. Setelah orang yang terakhir dari mereka telah masuk, pintu tadi ditutup kembali. Tiada lagi orang lain yang akan memasukinya" [Bukhari-Muslim]

"Diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri r.a katanya: Rasulullah s.a.w bersabda: Setiap hamba yang berpuasa di jalan Allah, Allah akan menjauhkannya dari api Neraka sejauh perjalanan tujuh puluh tahun" [Bukhari-Muslim]

Keutamaan bulan Ramadan

Hadis riwayat Abu Hurairah ra.: Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Apabila tiba bulan Ramadan, maka dibukalah pintu-pintu surga, ditutuplah pintu neraka dan setan-setan dibelenggu Nomor hadis dalam kitab Sahih Muslim: 1793
Wajib berpuasa Ramadan jika melihat hilal awal Ramadan dan berhenti puasa jika melihat hilal awal Syawal. Jika tertutup awan, maka hitunglah 30 hari
Hadis riwayat Ibnu Umar ra.:
Dari Nabi saw. bahwa beliau menyebut-nyebut tentang bulan Ramadan sambil mengangkat kedua tangannya dan bersabda: Janganlah engkau memulai puasa sebelum engkau melihat hilal awal bulan Ramadan dan janganlah berhenti puasa sebelum engkau melihat hilal awal bulan Syawal. Apabila tertutup awan, maka hitunglah (30 hari)
Nomor hadis dalam kitab Sahih Muslim: 1795

Larangan berpuasa satu atau dua hari sebelum bulan

Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Janganlah engkau berpuasa satu atau dua hari sebelum Ramadan, kecuali bagi seorang yang biasa berpuasa, maka baginya silakan berpuasa
Nomor hadis dalam kitab Sahih Muslim: 1812

Dilarang puasa pada hari raya:

"Diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri r.a katanya: Aku pernah mendengar Rasulullah s.a.w bersabda: Tidak boleh berpuasa pada dua hari tertentu, iaitu Hari Raya Korban (Aidiladha) dan hari berbuka dari bulan Ramadan (Aidilfitri)" [Bukhari-Muslim]

Bersahur (makan sebelum Subuh) itu sunnah Nabi:
"Diriwayatkan daripada Anas r.a katanya: Rasulullah s.a.w bersabda: Hendaklah kamu bersahur karena dalam bersahur itu ada keberkatannya" [Bukhari-Muslim]

Berbuka di waktu maghrib:
"Diriwayatkan daripada Umar r.a katanya: Rasulullah s.a.w telah bersabda: Apabila datang malam, berlalulah siang dan tenggelamlah matahari. Orang yang berpuasa pun bolehlah berbuka" [Bukhari-Muslim]
Ketika kita berpuasa, kita dilarang berkata kotor, mencaci, atau berkelahi. Hal ini untuk menempa diri kita agar memiliki akhlak yang terpuji:
"Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a katanya: Rasulullah s.a.w bersabda: Apabila seseorang daripada kamu sedang berpuasa pada suatu hari, janganlah berbicara tentang perkara yang keji dan kotor. Apabila dia dicaci maki atau diajak berkelahi oleh seseorang, hendaklah dia berkata: Sesungguhnya hari ini aku berpuasa, sesungguhnya hari ini aku berpuasa" [Bukhari-Muslim]

Puasa yang sia-sia:

"Dari Abu Hurairah ra: katanya Rasulullah saw berabda: "Barang siapa tidak meninggalkan ucapan dusta dan berbuat jahat (padahal dia puasa), maka Allah tidak butuh ia meninggalkan makan dan minum" [Bukhari]

Jika kita berpuasa, tapi kita berkata dusta atau menyakiti orang lain, maka sia-sialah puasa kita.
Dilarang bersetubuh pada saat berpuasa:

"Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a katanya: Seorang lelaki datang menemui Rasulullah s.a.w lalu berkata: Celakalah aku wahai Rasulullah s.a.w. Rasulullah s.a.w bertanya: Apakah yang telah membuatmu celaka?

Lelaki itu menjawab: Aku telah bersetubuh dengan isteriku pada siang hari di bulan Ramadan.
Rasulullah s.a.w bertanya: Mampukah kamu memerdekakan seorang hamba? Lelaki itu menjawab: Tidak.

Rasulullah s.a.w bertanya: Mampukah kamu berpuasa selama dua bulan berturut-turut?
Lelaki itu menjawab: Tidak.

Rasulullah s.a.w bertanya lagi: Mampukah kamu memberi makan kepada enam puluh orang fakir miskin? Lelaki itu menjawab: Tidak. Kemudian duduk. Rasulullah s.a.w kemudiannya memberikan kepadanya suatu bekas yang berisi kurma lalu bersabda: Sedekahkanlah ini.
Lelaki tadi berkata: Tentunya kepada orang yang paling miskin di antara kami. Tiada lagi di kalangan kami di Madinah ini yang lebih memerlukan dari keluarga kami.

Mendengar ucapan lelaki itu Rasulullah s.a.w tersenyum sehingga kelihatan sebahagian giginya. Kemudian baginda bersabda: Pulanglah dan berilah kepada keluargamu sendiri" [Bukhari-Muslim]

Bangun dari junub tidak membatalkan puasa:
"Diriwayatkan daripada Aisyah dan Ummu Salamah r.a, kedua-duanya berkata:: Nabi s.a.w bangkit dari tidur dalam keadaan berjunub bukan dari mimpi kemudian meneruskan puasa" [Bukhari-Muslim]

Bersyukur kepada Allah

Add caption
Bersyukur artinya berterimakasih kepada yang memberi nikmat/hadiah kepada kita melalui hati yang tulus, dengan pujian secara lisan, dan perbuatan yang menyenangkan si pemberi nikmat tersebut.
Jika kita mendapat kurnia dari Allah, hendaklah kita ucapkan “Alhamdulillah” (segala puji bagi Allah).
Ada empat perkara, barangsiapa memilikinya Allah akan membangun untuknya rumah di surga, dan dia dalam naungan cahaya Allah yang Maha Agung. Apabila pegangan teguhnya  “Laailaha illallah”. Jika memperoleh kebaikan dia mengucapkan  “Alhamdulillah”, jika berbuat salah (dosa) dia mengucapkan  “Astaghfirullah” dan jika ditimpa musibah dia berkata  “Inna lillahi wainna ilaihi roji’uun.” (HR. Ad-Dailami)
Jika kita bersyukur/berterimakasih atas nikmat Allah, niscaya Allah akan menambah nikmatNya kepada kita. Jika tidak, maka kita akan disiksa olehNya:
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”  [Ibrahim 7]
“Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman ? Dan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui. “ [An Nisaa’ 147]
Mengapa kita harus bersyukur kepada Allah?

وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالأبْصَارَ وَالأفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (QS. An Nahl: 78)
“Dan Dialah yang telah menciptakan bagi kamu sekalian, pendengaran, penglihatan dan hati. Amat sedikitlah kamu bersyukur” [Al Mu’minuun 78]
Coba kita renungi diri kita. Siapakah yang telah menciptakan kedua mata kita? Kedua telinga kita? Mulut kita? Kaki dan tangan kita? Allah bukan? Mengapakah kita tidak mau bersyukur?
Sekedar untuk membeli frame dan lensa saja bisa habis jutaan rupiah. Mata kita tentu nilainya jauh di atas itu. Mengapa kita tidak bersyukur?
Saat orang sakit jantung, dia bisa menghabiskan ratusan juta rupiah untuk mengobatinya. Bukankah kita seharusnya bersyukur kepada Allah yang telah memberikan jantung kepada kita secara Cuma-Cuma?
Jika kita amati orang tua kita, anak-anak kita, istri kita, semua itu Allah yang menciptakan.
Begitu pula dengan bumi dan langit beserta seluruh isinya.
“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [An Nahl 18]
Oleh karena itulah Luqman menasehati anaknya untuk bersyukur kepada Allah:
“Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: “Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”  [Luqman 12]
Untuk bersyukur kepada Allah, hendaknya kita mengucapkan Alhamdulillah sebagaimana hadits yang di atas.
Ucapkan juga dzikir kepada Allah:
“Barangsiapa pada pagi hari berdzikir: Allahumma ashbaha bii min ni’matin au biahadin min khalqika faminka wahdaka laa syariikalaka falakal hamdu wa lakasy syukru.”
(Ya Allah, atas nikmat yang Engkau berikan kepada ku hari ini atau yang Engkau berikan kepada salah seorang dari makhluk-Mu, maka sungguh nikmat itu hanya dari-Mu dan tidak ada sekutu bagi-Mu. Segala pujian dan ucap syukur hanya untuk-Mu)
Maka ia telah memenuhi harinya dengan rasa syukur. Dan barangsiapa yang mengucapkannya pada sore hari, ia telah memenuhi malamnya dengan rasa syukur.” (HR. Abu Daud no.5075, dihasankan oleh Syaikh Abdul Qadir Al Arnauth dalam tahqiqnya terhadap kitab Raudhatul Muhadditsin)
“Dari Ibnu Abbas Radhiallahu’anhuma, ia berkata: Ketika itu hujan turun di masa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, lalu Nabi bersabda: ‘Atas hujan ini, ada manusia yang bersyukur dan ada yang kufur nikmat. Orang yang bersyukur berkata: ‘Inilah rahmat Allah’. Orang yang kufur nikmat berkata: ‘Oh pantas saja tadi ada tanda begini dan begitu’” (HR. Muslim no.243)

وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ

“Dan nikmat yang diberikan oleh Rabbmu, perbanyaklah menyebutnya” (QS. Adh Dhuha: 11)
Hendaknya kita bekerja demi Allah:
“Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dari gedung-gedung yang tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tungku). Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih. “ [Saba’ 13]
Nabi kerap shalat begitu lama untuk bersyukur kepada Allah. Beliau sering shalat malam/tahajjud dan juga shalat dhuha:
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam biasanya jika beliau shalat, beliau berdiri sangat lama hingga kakinya mengeras kulitnya. ‘Aisyah bertanya: Wahai Rasulullah, mengapa engkau sampai demikian? Bukankan dosa-dosamu telah diampuni, baik yang telah lalu maupun yang akan datang? Rasulullah besabda: ‘Wahai Aisyah, bukankah semestinya aku menjadi hamba yang bersyukur?’” (HR. Bukhari no.1130, Muslim no.2820)
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“Seorang mukmin itu sungguh menakjubkan, karena setiap perkaranya itu baik. Namun tidak akan terjadi demikian kecuali pada seorang mu’min sejati. Jika ia mendapat kesenangan, ia bersyukur, dan itu baik baginya. Jika ia tertimpa kesusahan, ia bersabar, dan itu baik baginya” (HR. Muslim no.7692)
Hendaknya kita bertakwa kepada Allah. Artinya menjalankan setiap perintah Allah dan menjauhi larangan Allah:

وَلَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ بِبَدْرٍ وَأَنْتُمْ أَذِلَّةٌ فَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Sungguh Allah telah menolong kamu dalam peperangan Badar, padahal kamu adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah. Karena itu bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mensyukuri-Nya” (QS. Al Imran: 123)
Salah cara untuk mensyukuri nikmat Allah adalah dengan berterima kasih kepada manusia yang menjadi perantara sampainya nikmat Allah kepada kita. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“Orang yang tidak berterima kasih kepada manusia, berarti ia tidak bersyukur kepada Allah” (HR. Tirmidzi no.2081, ia berkata: “Hadits ini hasan shahih”)
Oleh karena itu, mengucapkan terima kasih adalah akhlak mulia yang diajarkan oleh Islam. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“Barangsiapa yang diberikan satu kebaikan kepadanya lalu dia membalasnya dengan mengatakan: ‘Jazaakallahu khayr’ (semoga Allah membalasmu dengan kebaikan), maka sungguh hal itu telah mencukupinya dalam menyatakan rasa syukurnya” (HR. Tirmidzi no.2167, ia berkata: “Hadits ini hasan jayyid gharib”)
Senantiasa Qana’ah atau merasa cukup atas nikmat yang telah Allah berikan:
“Jadilah orang yang wara’, maka engkau akan menjadi hamba yang paling berbakti. Jadilah orang yang qana’ah, maka engkau akan menjadi hamba yang paling bersyukur” (HR. Ibnu Majah no. 4357, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Majah)
Lakukan Sujud Syukur:
“Dari Abu Bakrah Nafi’ Ibnu Harits Radhiallahu’anhu ia berkata: Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam biasanya jika menjumpai sesuatu yang menggemberikan beliau bersimpuh untuk sujud. Sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah”(HR. Abu Daud no.2776, dihasankan oleh Al Albani dalam Irwa Al Ghalil)
Berdo’alah:
Allahumma a’inni ‘ala dzukrika wa syukrika wa huni ‘ibadatika
“Ya Allah aku memohon pertolonganmu agar Engkau menjadikan aku hamba yang senantiasa berdzikir, bersyukur dan beribadah kepadamu dengan baik”